Skip to main content

MAKALAH

Periode Kontemporer dari Para Pemikir Islam Masa Kini

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam
Yang Dibimbing Oleh: Moh. Dasuki, M.Pd.I



 





Disusun Oleh:
Ririn Dewi Astutik           T20158025
Lina Nur Amalina             T20158008
Vivin Elviana                    T201580
Umi Nur Khabibah           T201580



PRODI TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
Mei, 2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan HidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana dengan judul Periode Kontemporer dari Para Pemikir Islam Masa Kini, semoga makalah ini dapat di pergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembacanya.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya penulis dengan ketulusan hati mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing Mata Kuliah Ilmu Kalam yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi perbaikan laporan selanjutanya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.


Jember, 13 Mei 2017


penulis



DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .....................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ....................................................................................  1
B.     Rumusan masalah ................................................................................  2
C.     Tujuan ..................................................................................................  2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang Kehidupan Hassan Hanafi .........................................  3
B.     Pemikiran Kalam tentang Teologi Antroposentris dari Hasan Hanafi .  3

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ..........................................................................................  
B.     Saran  ...................................................................................................  

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Teologi berhubungan erat dengan sikap dan perilaku orang-orang meyakininya. Karena konsep teologi yang diyakini oleh seseorang akan menjadi dasar dalam menjalani kehidupannya. Seperti misalnya kaum Jabariyyah (fatalism) yang meyakini bahwa manusia tidak mempunyai kemampuan untuk menghasilkan suatu perbuatan tertentu, membuat tingkah laku mereka dalam keseharian lebih banyak mengandalkan tawakkal dan menyedikitkan untuk ikhtiyar. Teologi Islam yang dianut oleh mayoritas umat Islam saat ini menurut Hassan Hanafi belum bisa mengantarkan umat Islam kepada keyakinan atau pengetahuan yang meyakinkan tentang Tuhan dan wujud-wujud spiritual lainnya, tetapi baru pada tahap mendekati keyakinan. Selain itu menurutnya, konsep-konsep teologi yang dianut umat Islam saat ini lebih berisi konsep-konsep yang melangit dan ide-ide kosong, bukan ide-ide konkret yang bisa membangkitkan dan menuntun umat untuk menjalani kehidupan nyata dan seakan konsep-konsep tersebut seperti asing bagi dirinya sendiri dan orang banyak.
Kenyataannya, konsep-konsep teologi yang berkembang hanya digunakan untuk mempertahankan dogma-dogma yang bersifat teosentris daripada mendiskusikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan individu dan sosial manusia yang bersifat antroposentris. Kalau melihat kembali kepada sejarah masa lalu, dan bisa jadi juga terjadi pada saat ini, pemikiran teologi kerap dijadikan persembahan kepada penguasa untuk melanggengkan kekuasaan sehingga tidak jarang terjadi pemaksaan dan pertumpahan darah dalam perjalanannya. Padahal seharusnya pemikiran teologi bisa menjadi konsep-konsep yang membebaskan manusia dan menjadi dasar utama motivasi manusia kearah kemandirian, kesadaran dan kemajuan.[1] 
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Latar Belakang Kehidupan Hassan Hanafi?
2.      Bagaimana Pemikiran Kalam tentang Teologi Antroposentris dari Hassan Hanafi?

C.    Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Latar Belakang Kehidupan Hassan Hanafi.
2.      Untuk Mengetahui Pemikiran Kalam Tentang Teologi Antroposentris Hassan Hanafi.






















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Kehidupan Hassan Hanafi
Hasan Hanafi lahir pada 13 Februari 1935 di Kairo, Mesir. Ia menjadi seorang pemikir hukum Islam dan profesor terkemuka setelah ia mampu mepertahankan disertasinya yang mencapi 900 halaman dan ia menamatkan studinya di Sorbone tempat Arkoun pula menamatkan studinya dan menjadi dosen. Hanafi memperoleh sarjana dalam ilmu filsafat pada universitas terkemuka di Mesir, University of Cairo pada tahun 1956. Selanjutnya, ia mengajar pada almamaternya di University of Cairo untuk mengajar mata kuliah Filsafat Kristen dan Pemikiran Kristen Abad Pertengahan.[2]
Pendidikannya diawali di pendidikan dasar, tamat tahun 1948, kemudian di Madrasah Tsanawiyah “Khalil Agha‟, Kairo, selesai 1952. Selama di Tsanawaiyah ini, Hanafi sudah aktif mengikuti diskusi-diskusi kelompok Ikhwanul Muslimin, sehingga tahu tentang pemikiran yang dikembangkan dan aktivitas-aktivitas sosial yang dilakukan. Selain itu, ia juga mempelajari pemikiran Sayyid Quthub tentang keadilan sosial dan keislaman.
Tahun 1952 itu juga, setamat Tsanawiyah, Hassan Hanafi melanjutkan studi di Departemen Filsafat Universitas Kairo, selesai tahun 1956 dengan menyandang gelar sarjana muda, terus ke Universitas Sorbone, Prancis. Pada tahun 1966, ia berhasil menyelesaikan program Master dan Doktornya sekaligus dengan tesis ‘Les Methodes d’Exegeses: Essei sur La Science des (Essei tentang Metode Penafsiran).
Selanjutnya beberapa reputasi internasionalnya berhasil mengantarkannya merengkuh beberapa jabatan guru besar luar biasa di berbagai perguruan tinggi di luar Mesir, dan pada tahun 1969 ia menjadi profesor tamu di Perancis. Ia juga pernah mengajar di Belgia (1970), Amerika Serikat (1971-1975, Kuwait (1979), Maroko (1982-1984), dan Uni Emirat Arab (1985).
Hassan Hanafi juga pernah berkunjung ke Belanda, Swedia, Portugal, Spanyol, India, Sudan, Arab Saudi, dan juga Indonesia yang berlansung antara 1980-1987, dalam kunjungan ini banyak bertemu dengan para pemikir ternama yang kemudian memberinya sumbangan keluasan tentang persoalan hakiki yang dihadapi umat manusia umumnya, dan umat Islam khususnya. Dalam kunjungan tersebut ia dapat mengamati secara langsung berbagai kontradiksi dan penderitaan kaum lemah yang terjadi di berbagai dunia, bahkan Hassan Hanafi sempat menyaksikan agama revolusioner di Amerika Serikat, dan di Amerika Latin ia menyaksikan dan merasa betul berkembangnya gerakan teologi pembebasan, yang justeru kemudian membuka wawasan dan pikirannya bahwa agama (Islam) sudah saatnya dikembalikan kepada hakikat yang sebenarnya, yaitu sebagai agama pembebasan, agama yang sangat peduli pada persoalan-persoalan kemanusiaan. Teologi Islam harus segera direkonstruksi untuk menuju suatu kerangka ilmu yang dapat memajukan umat Islam, membela kaum lemah, dan berdiri tegak melawan kekuatan apa pun yang mempertahankan rezim tiran yang merampas hak hidup dan kebebasan hakiki karunia Tuhan. Teologi Islam harus berbicara tentang manusia dengan sejumlah persoalannya, yaitu masalah sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan.[3]  
Dari sekian banyak tulisan atau karya Hanafi, kiri islam (Al-Yasar Al-Islami) , merupakan salah satu puncak sublimisi pemikirannya semenjak revolusi 1952. Kiri islam meskipun baru memuat tema-tema pokok dari proyek besar Hanafi, tetapi telah memformulasikan satu kecenderungan pemikiran yang ideal tentang sumbangan agama bagi kesejahteraan umat manusia.[4]




B.     Pemikiran Kalam Tentang Teologi Antroposentris dari Hasan Hanafi
Teologi berhubungan erat dengan sikap dan perilaku orang-orang meyakininya. Kerena konsep teologi yang diyakini oleh seseorang akan menjadi dasar dalam menjalani kehidupannya. Seperti misalnya kaum Jabariah (fatalism) yang meyakini bahwa manusia tidak mempunyai kemampuan untuk menghasilkan suatu perbuatan tertentu, membuat tingkah laku mereka dalam keseharian lebih banyak mengandalkan tawakkal dan menyedikitkan untuk ikhtiar. Teologi islam yang dianut oleh mayoritas umat Islam saat ini menurut Hasan Hanafi belum bisa mengantarkan umat Islam kepada keyakinan atau pengetahuan yang meyakinkan tentang Tuhan dan wujud-wujud spiritual lainnya, tetapi baru pada tahap mendekati keyakinan. Selain itu menurutnya, konsep teologi yang dianut umat islam saat ini lebih berisi konsep-konsep yang melangit dan ideide kosong, bukan ide-ide konkret yang bisa membangkitkan danmenuntun umat untuk menjalani kehidupan nyata dan seakan konsep-konsep tersebut seperti asing bagi dirinya sendiri dan orang banyak.
Kenyataannya, konsep-konsep teologi yang berkembanghanya digunakan untuk mempertahankan dogma-dogma yang bersifat teosentris dari pada mendiskusikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan individu dan sosial manusia yang bersifat antroposentris. Kalau melihat kembali kepada sejarah masa lalu, dan bisa jadi juga terjadi pada saat ini, pemikiran teologi kerap dijadikan persembahan kepada penguasa untuk melanggengkan kekuasaan sehingga tidak jarang terjadi pemaksaan dan pertumpahan darah dalam perjalanannya. Padahal seharusnya pemikiran teologi bisa menjadi konsep-konsep yang membebaskan manusia dan menjadi dasar utama motivasi manusia kearah kemandirian, kesadaran dan kemajuan[5]
Dalam sejarah tradisi pemikiran islam (Ilmu Kalam) kita akan banyak menjumpai hal-hal yang bersifat metafisik. Tema-tema yang berkaitan tentang sifat-sifat tuhan, kebebasan berkehendak, dosa besar dan lain sebagainya, telah mewarnai perjalanan sejarah panjang umat islam. Semua pembahasan tersebut tidak dilepaskan dari problem umat pada zaman tersebut. Ketika zaman berganti dan permasalahan pun berubah, maka merupakan sesuatu yang masuk akal jika dikotomi keilmuan harus selaras dengan apa yang terjadi di alam sejarah yang nyata. Asumsi inilah yang yang membuat Hanafi tergerak untuk melakukan rekonstruksi.
Bagi Hanafi, rekonstruki teologi tidak harus membawa seseorang atau masyarakat untuk menghilangkan tradisi-tradisi lama. Rekonstruksi teologi pada dasarnya dimaksudkan untuk menghadapkan ajaran Islam pada ancaman-ancaman baru yang ada pada era kontemporer. Dalam memenuhi tuntutan tersebut, maka tradisi klasik digalih sedemikian rupa untuk kemudian dituangkan dalam realitas duniawi yang sekarang. Teologi harus mampu berdialektika dengan kondisi yang nyata, tidak hanya berputar-putar pada kepentingan masyarakat.
Rekonstruksi teologi dari teosentris ke antroposentris betujuan untuk mendapatkan keberhasilan duniawi. Memenuhi kebutuhan akan kemerdekaan, kemajuan, kesamaan sosial, penyatuan kembali identitas dan mobilitas massa. Teologi seperti ini berpusat pada manusia yang diutamakan dalam perumusan teologi tersebut. Jadi teologi tidak lagi bercorak teosentris tapi antroposentris.
Yang menjadi salah satu alasan mengapa harus ada pergeseran peradaban menuju antroposentris adalah tidak adanya diskursus mengenai sejarah dalam keilmuan Islam klasik.
Yang diinginkan oleh Hanafi adalah pengalihan perhatian dalam bangunan epistemologi. Dimana pada awalnya perhatian terebut dipusatkan pada pembahasan mengenai tuhan, pembahasan tentang langit, atau melayani penguasa. Dengan melakukan rekontruksi maka diharapkan pusat perhatian keilmuan ditunjukan untuk membangun manusia, membela rakyat, memperhatikan bumi, dan menuju revolusi. Ibaratnya, jika dalam mukaddimah kalam konvensional selalu memulai ucapan Bismillah, maka hanafi memulainya dengan ucapan Bismil Ummah[6].
Teologi antroposentris yang dicanangkan Hasan Hanafi sebenarnya dimaksudkan untuk melakukan interpretasi terhadap tradisi keilmuan Islam dan kemudian dijadikan sebagai ideologi yang membela hak-hak kaum tertindas. Perubahan orientasi ilmu dari teosentris menuju antroposentrisme adalah upaya penyesuaian wacana keilmuan dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupan nyata. Sebab, wacana keagamaan bukanlah wacana yang statis dan muncul dalam ruang hampa, ia merupakan respon dari realitas zaman. Pembahasan mengenai “iman-kufur, hidayah-sesat” perlu dipertanyakan ulang, kecuali dilakukan redefinisi terhadapnya. Dalam istilah filsafat klasik dikenal misalnya causa prima, akal murni, akal kreatif yang merupakan istilah Yunani yang dikembangkan oleh para filosof Muslim seoerti al-Kindi, Ibnu Sina, al-Farabi dan lain-lain, mereka menggunakan istilah tersebut untuk mendeksripsikan pemahaman tentang Allah.
Pada saat ini, istilah-istilah dalam dunia akademik berubah, jika pada zaman dahulu masih bersifat metafisik, maka saai ini lebih pada pembahasan mengenai manusia dan kehidupannya. Seperti demokrasi, raktyar, kebebasan berfikir, kebebasan berekspresi dan lain-lain.[7]
Secara garis besar Antroposentris Hasan Hanafi adalah pemusatan pemikiran pada manusia yang mengalami dehumanisasi dalam sejarah. Pemusatan pemikiran terhadap ditujukan untuk menghadapi tantangan zaman terbesar saai ini yaitu, kolonialisme, zionisme dan kapitalisme. Sementara itu tantangan yang bersifat internal adalah keterbelakangan, kemiskinan dan kebodohan.[8]
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
B.     SARAN


DAFTAR PUSTAKA

Riza Zahriyal Falah dan Irzum Farihah. Pemikiran Teologi Hassan Hanafi. dalam Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan. Vol 3. No 1. Juni 2015. 201-220.
Rozak, Abdul dan Anwar, Rosihon. 2015. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Shimagoki, Kazuo. 2000. Kiri Islam antara Modernisme dan Posmodernisme Telaah Kritis Pemikiran Hasan Hanafi. Yogyakarta: LkiS.
Syarifuddin. Konsep Teologi Hasan Hanafi. dalam jurnal Substantia. vol 14. no 2. Desember 2012. 200-209.



[1] Riza Zahriyal Falah dan Irzum Farihah, Pemikiran Teologi Hassan Hanafi, dalam Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan, Vol 3, No 1, Juni 2015, 202.
[2] Kazuo Shimagoki, Kiri Islam antara Modernisme dan Posmodernisme Telaah Kritis Pemikiran Hasan Hanafi, (Yogyakarta: LKiS, 2000),  3.

[3] Syarifuddin, Konsep Teologi Hasan Hanafi, dalam jurnal Substantia, vol 14, no 2, Desember 2012, 201-203.
[4] Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), 274.
[5] Riza Zahriyal Falah, Irzum Farihah, “Pemikiran Teologi Hasan Hanafi” Jurnal STAIN Ponorogo dan Stain Kudus. ()
[6] Nur Idan Laksono, “Antroposentrisme dalam Pemikiran Hasan Hanafi”, Skripsi UIN Sunan Kalijaga, ( Yogyakarta:PDF 2009), hlm 66-71
[7] Ibid, hlm 76
[8] Ibid, hlm 104

Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH PERAN IQ, EQ, SQ, CQ, AQ DALAM PENGEMBANGAN PROFESI GURU

MAKALAH PERAN IQ, EQ, SQ, CQ, AQ DALAM PENGEMBANGAN PROFESI GURU Makalah ini disusun   untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi Yang diampu oleh Ibu Heni Setyawati, S.Si., M.Pd.   Disusun oleh :   kelompok 10 1.       Lina Nur Amalina                    (T20158005) 2.       Jannatul Laeli                           (T20158027)   PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBE R Maret, 2017 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan HidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana den...

Mofologi, Klasifikasi, kunci identifikasi dan dendogram Mollusca dan Echnodermata

Molusca dan Echinodermata Lina Nur Amalina Tadris Biologi , Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan , Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember NIM: T20158005 ABSTRAK Praktikum Pengamatan yang dilakukan pada hari Senin tanggal 16 April 2018 yang dilakukan di laboratorium terpadu FTIK IAIN Jember yaitu mengamati morfologi dari kelas Echinodermata dan Mollusca. Dalam pengamatan ini dilakukan terhadap beberapa spesimen pada masing-masing kelas yaitu pada Mollusca spesies yang diamati yait, bekicot, cumi-cumi- dan kerang air tawar/ kijing. Sedangkan pada Echinodermata menggunakan empat spesies yaitu landak laut, babi laut, tripang, dan bintang ular. Yaitu dengan menggunakan metode pengamatan morfologinya saja jadi hanya memerlukan beberapa alat seksi, papan seksi, kamera, lemar pengamatan dan alat tulis. Hasil yang didapati yaitu bahwa dari kedua kelas tersebut banyak sekali perbedaan namun juga ada bebepa persamaan. Kata kunci: Mollusca ; Echinodermata ; Kelas; spesies...

Klasifikasi, Morfologi, Cladogram dan FilogenikFamily Tikus (Rattus)

MAKALAH FAMILY RATTUS Makalah ini disusun   untuk memenuhi tugas mata kuliah Taksonomi Hewan Yang diampu oleh Bapak Husn Mubarok S.Pd, M.Si Disusun O leh Lina Nur Amalina                    (T20158005)   PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBE R Maret, 2018 Kata Pengantar Puji   syukur   kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat , taufik serta hidayah Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Family Rattus”   tanpa halangan yang berarti.       Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Ilmu Pendidikan di semester ganjil. Makalah ini diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku dan internet. Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata semp...